Kurang Dari 12 Jam

by - June 27, 2019

Katanya, kalau sedang bersama orang yang kamu sayangi sebaiknya manfaatkan waktumu dengan sebaik-baiknya.

Itulah yang aku lakukan sekarang. Memandangmu yang tertidur pulas entah karena kelelahan bercinta atau karena jadwal padatmu hari ini. Kamu baru tiba saat jam makan malam sementara aku hanya punya waktu kurang dari 12 jam sebelum meninggalkan kota ini.


source: https://sea.askmen.com/

"Kalau waktu berbalik, aku mau kamu. Mau milih kamu", kalimat yang pernah kamu ucapkan 8 tahun lalu, 4 tahun lalu, dan kamu ulangi lagi beberapa minggu lalu. Kalimat yang hanya bisa kubalas dengan membelai lembut wajahmu dan mengakhirinya dengan kecupan di pipi. Kalimat yang manis, tapi penuh ironi kalau kamu yang mengucapkan.

Seandainya aku bisa mencintaimu dengan sederhana tanpa menyakiti hati yang lain, sungguh aku juga ingin tahu caranya. 

02.03 AM

Kamu tertidur dengan sangat tenang. Tidurmu menghadap ke sisi kanan dan kita masih berhadap-hadapan. Sesekali kukecup pelipismu sepelan mungkin agar kamu tidak terbangun. Aku tidak ingin mengganggu tidurmu, karena lelapnya tidurmu adalah salah satu pemandangan paling mahal yang pernah kusaksikan.

Sekarang coba bayangkan. Satu tahun ada 365 hari. Satu hari punya 24 jam. Satu jam ada 60 menit. Satu menit sama dengan 60 detik. Dalam setahun ada 31.536.000 detik, tapi terkadang kita baru bisa bertemu di detik ke seratus juta. Itu pun tidak lama.

Maka tolong jangan anggap aneh jika aku bisa sebahagia ini menatapmu terlelap. 

03.18 AM

Kamu masih bergeming dengan tidur menghadap sisi kanan. Sesekali aku membelai rambutmu yang ikal dan tebal. Rambut yang selalu kamu banggakan, tak peduli sedang gondrong atau cepak, tak peduli berapa pun helai uban yang terselip di antaranya.

Entah bagaimana denganmu, tapi mencintaimu-dengan cara seperti aku mencintaimu-terkadang sangat melelahkan. Bagiku rasanya seperti melayang di udara lalu sekejap kemudian dihempas ke daratan, kadang tanpa pengaman. Perih rasanya bahagia dan babak belur di saat yang bersamaan.

Kadang aku lelah dan ingin menyerah.

Bukan sekali dua kali aku susah payah menatap matamu dan berjanji bahwa pertemuan ini adalah yang terakhir. Namun tepat sebelum kuselesaikan kalimatku, dekapanmu selalu menjawab tegas bahwa kita masih akan baik-baik saja. Kita masih akan saling jatuh cinta. Entah sampai kapan.

Kamu persis seperti medan magnet. Setiap aku berusaha menciptakan jarak kamu selalu berhasil menarikku kembali dengan daya tarik yang lebih kuat, seolah tak peduli bahwa aku sudah berada di titik terjauh sekalipun. Kalau sudah begitu, segala upaya untuk meninggalkanmu jadi terasa sia-sia.

Dan bodohnya, dengan sukarela aku tertahan di sana. 

03.45 AM

Kamu berbalik memunggungiku. Tetap sebuah pemandangan yang terus aku syukuri.

Kulingkarkan lenganku untuk bertumpuk di atas lenganmu. Kusematkan jari-jariku di sela-sela jemarimu. Kukecup tulang belikatmu. Kulakukan apa pun agar tetap tak berjarak denganmu. 

Sambil mulai memejamkan mata aku membatin. Kuyakinkan diriku sendiri. Tuhan, aku mencintainya.

Dan aku tidak keberatan menanti.
Ratusan kilometer lagi. Ratusan hari lagi.









You May Also Like

0 comments

Pengisi Daya

Aku selalu bilang pada diriku sendiri, bahwa mencintaimu ini sebenarnya urusan mudah.  Kamu mungkin tidak menyadarinya, tapi setiap berada d...

Kurang Dari 12 Jam

Katanya, kalau sedang bersama orang yang kamu sayangi sebaiknya manfaatkan waktumu dengan sebaik-baiknya.

Itulah yang aku lakukan sekarang. Memandangmu yang tertidur pulas entah karena kelelahan bercinta atau karena jadwal padatmu hari ini. Kamu baru tiba saat jam makan malam sementara aku hanya punya waktu kurang dari 12 jam sebelum meninggalkan kota ini.


source: https://sea.askmen.com/

"Kalau waktu berbalik, aku mau kamu. Mau milih kamu", kalimat yang pernah kamu ucapkan 8 tahun lalu, 4 tahun lalu, dan kamu ulangi lagi beberapa minggu lalu. Kalimat yang hanya bisa kubalas dengan membelai lembut wajahmu dan mengakhirinya dengan kecupan di pipi. Kalimat yang manis, tapi penuh ironi kalau kamu yang mengucapkan.

Seandainya aku bisa mencintaimu dengan sederhana tanpa menyakiti hati yang lain, sungguh aku juga ingin tahu caranya. 

02.03 AM

Kamu tertidur dengan sangat tenang. Tidurmu menghadap ke sisi kanan dan kita masih berhadap-hadapan. Sesekali kukecup pelipismu sepelan mungkin agar kamu tidak terbangun. Aku tidak ingin mengganggu tidurmu, karena lelapnya tidurmu adalah salah satu pemandangan paling mahal yang pernah kusaksikan.

Sekarang coba bayangkan. Satu tahun ada 365 hari. Satu hari punya 24 jam. Satu jam ada 60 menit. Satu menit sama dengan 60 detik. Dalam setahun ada 31.536.000 detik, tapi terkadang kita baru bisa bertemu di detik ke seratus juta. Itu pun tidak lama.

Maka tolong jangan anggap aneh jika aku bisa sebahagia ini menatapmu terlelap. 

03.18 AM

Kamu masih bergeming dengan tidur menghadap sisi kanan. Sesekali aku membelai rambutmu yang ikal dan tebal. Rambut yang selalu kamu banggakan, tak peduli sedang gondrong atau cepak, tak peduli berapa pun helai uban yang terselip di antaranya.

Entah bagaimana denganmu, tapi mencintaimu-dengan cara seperti aku mencintaimu-terkadang sangat melelahkan. Bagiku rasanya seperti melayang di udara lalu sekejap kemudian dihempas ke daratan, kadang tanpa pengaman. Perih rasanya bahagia dan babak belur di saat yang bersamaan.

Kadang aku lelah dan ingin menyerah.

Bukan sekali dua kali aku susah payah menatap matamu dan berjanji bahwa pertemuan ini adalah yang terakhir. Namun tepat sebelum kuselesaikan kalimatku, dekapanmu selalu menjawab tegas bahwa kita masih akan baik-baik saja. Kita masih akan saling jatuh cinta. Entah sampai kapan.

Kamu persis seperti medan magnet. Setiap aku berusaha menciptakan jarak kamu selalu berhasil menarikku kembali dengan daya tarik yang lebih kuat, seolah tak peduli bahwa aku sudah berada di titik terjauh sekalipun. Kalau sudah begitu, segala upaya untuk meninggalkanmu jadi terasa sia-sia.

Dan bodohnya, dengan sukarela aku tertahan di sana. 

03.45 AM

Kamu berbalik memunggungiku. Tetap sebuah pemandangan yang terus aku syukuri.

Kulingkarkan lenganku untuk bertumpuk di atas lenganmu. Kusematkan jari-jariku di sela-sela jemarimu. Kukecup tulang belikatmu. Kulakukan apa pun agar tetap tak berjarak denganmu. 

Sambil mulai memejamkan mata aku membatin. Kuyakinkan diriku sendiri. Tuhan, aku mencintainya.

Dan aku tidak keberatan menanti.
Ratusan kilometer lagi. Ratusan hari lagi.









No comments: