Saya Benci Buku Biografi . . .
. . . . Yang Cuma Mengutip Dari Wikipedia.
Saya adalah pembaca buku biografi. Kadang saya lebih menikmati buku biografi daripada novel. Jadi ketika saya membaca sebuah buku dengan konsep"biografi" tapi isinya ternyata hanya mengutip dari Wikipedia, rasanya seperti sedang dikerjain oleh sebuah program teve dan tinggal menunggu host bilang : "Kena deh!".
Menyebalkan? Tentu saja!. Ketika membaca sebuah biografi, saya berharap bisa belajar tentang ide, pemikiran dan kerja keras Si Tokoh yang membuat ia dikenang. Bayangkan ada sebuah kalimat di sampul buku "Mengupas tuntas mimpi dan cita-cita besar tokoh dunia", tapi anda hanya akan menemukan bagian yang membahas kalimat tersebut dalam dua atau tiga paragraf. Ibarat anda bertanya bagaimana resep membuat suatu masakan tapi yang ditanya hanya menjawab : "masukkan semua bahan, masak, lalu sajikan". Tidak dijelaskan harus dimasak dengan digoreng atau dikukus, dengan api besar atau kecil, tiba-tiba makanan sudah jadi.
Itulah beda antara Wikipedia dan buku biografi. Sama-sama membahas biografi seorang tokoh, tetapi Wikipedia hanya mencantumkan bagian yang penting saja. Bisa dimaklumi karena memang media bacanya berbeda, kalau di Wikipedia tertulis lengkap seperti buku, Wikipedia akan kehilangan pembaca. Pegel kan baca ratusan halaman di depan monitor.
Makanya ketika saya membaca buku biografi yang seharusnya isinya padat dan rinci tapi ternyata hanyalah Wikipedia yang dibukukan, rasanya ingin kembali saja ke depan laptop dan mulai ask google. Bisa jadi apa yang didapat dari googling sendiri malah lebih banyak dari apa yang diceritakan oleh Wikipedia. Jadi buat apa dong bikin buku?
Kehadiran buku-buku semacam ini sebenarnya juga tidak sepenuhnya salah, karena bisa memudahkan bagi para pembaca buku yang ingin mengenal Si Tokoh lewat bacaan singkat . Tapi kalau boleh saya memberi masukan, sebaiknya lakukanlah sedikit riset untuk buku ini. Atau jika Si Tokoh masih hidup, lakukanlah interview. Wikipedia tetap bisa jadi sumber, tapi jangan dijadikan satu-satunya sumber. Tambahkan cerita-cerita hasil riset, supaya ceritanya lebih lengkap dan akurat. Memang benar, paling enak membaca autobiografi, biografi yang ditulis langsung oleh Si Tokoh. Tapi kan tidak semua orang berpikiran menuliskan cerita hidupnya sendiri, belum lagi, bagaimana kalau Si Tokoh sudah meninggal?.
Pada akhirnya, saya tetap akan membaca buku biografi. Tentunya dengan lebih selektif dalam memilih judul buku agar tidak mudah tertipu. Sekedar berbagi tips, kalau anda menemukan buku berjudul semacam "100 Tokoh paling blablabla.." dalam buku setebal 200 halaman, kemungkinan itu buku biografi dengan cita rasa Wikipedia :). Selamat membaca!
9 comments