So, Back to Diary?

by - April 01, 2016

Kamu suka nulis diary nggak?. Saya dulu suka, banget. Bisa dibilang kebiasaan menulis diary ini sudah saya lakukan sejak SD. Hanya saja saya baru punya satu buku diary khusus ketika SMP.

Menginjak SMA, sejak nonton AADC (entah apa hubungannya) saya malah punya beberapa diary khusus. Pertama, buku diary yang memang saya gunakan untuk curhat. Kedua, buku yang rata-rata isinya adalah prosa atau puisi-puisi pendek. Ketiga, notes kecil yang biasanya saya bawa bepergian. Siapa tahu di jalan pengen curhat, gitu...

Kebiasaan ini berlanjut sampai kuliah, bahkan hingga bekerja. Saya ingat menuliskan jadwal siaran, target pekerjaan, bahkan saya kadang menuliskan alamat website-website informatif yang menunjang pekerjaan. Mungkin saya sesuka itu dengan menulis, jadi apa saja saya tuliskan.

Lalu saya sadari kebiasaan menulis ini berangsur-angsur berhenti sejak menikah. Meskipun sesekali masih menulis di blog atau di laptop, tapi kebiasaan curhat di buku diary ini lama kelamaan hilang. Mungkin karena sejak menikah, saya punya suami tempat saya berbagi. Mungkin karena apa yang saya tuliskan di buku diary kadang adalah harapan-harapan yang mentah, sementara menikah sebenarnya adalah tantangan bagaimana mewujudkan harapan-harapan tadi dengan kerja keras yang nyata. Atau mungkin saya terlalu sibuk beradaptasi dengan kehidupan pernikahan sehingga hobi menulis diary ini harus minggir dulu.

Sepeninggal suami, saya jelas kehilangan tempat berbagi. Memang ada ibu saya, ibu suami saya, serta keluarga dan teman-teman yang lain. Tapi kadang saya ingin berbagi hal-hal sepele yang biasanya saya bagi bersama suami. Hal-hal 'garing-gak jelas-gak nyambung' yang kadang membuat kami berdua tertawa atau malah tidak peduli sama sekali. Hal-hal seperti ini biasa saya tuliskan di diary ketika sebelum menikah. Kini, mungkin saatnya kebiasaan itu kembali lagi.

Baru saja saya berniat membeli diary lagi, tapi saya teringat sesuatu. Dulu ketika single, saya bebas menulis apa saja yang saya mau dan kapan saja. Nah tapi sekarang saya kan sudah punya anak. Ada Samirayyan yang sedang asik-asiknya belajar menirukan omongan yang dia dengar. Kalau saya keasyikan nulis diary di kamar, nanti Dek Sam main sama siapa dong?. Apalagi sekarang ART andalan keluarga kami sudah keluar, kembali ke keluarganya di Tumpang. Jadi urusan beres-beres rumah tangga saya ambil alih. Trus kapan nulis diarynya? :)))).

Yha tapi pasti ada sih waktunya. Kayak sekarang aja saya masih sempat ngeblog sementara Sam lagi asyik main iPad.

Trus gimana, jadi balik nulis diary gak neh?. Ga tau sih. Tapi yang jelas beli diary-nya dulu aja. Just because i love being at stationery. Masalah mau ditulis kapan itu mah gampang. Yang jelas saya juga udah pengen banget ngelatih tulisan tangan saya lagi yang sekarang mulai berantakan akibat lama ga nulis tangan. My handwritings used to be good, you know...


You May Also Like

0 comments

Pengisi Daya

Aku selalu bilang pada diriku sendiri, bahwa mencintaimu ini sebenarnya urusan mudah.  Kamu mungkin tidak menyadarinya, tapi setiap berada d...

So, Back to Diary?

Kamu suka nulis diary nggak?. Saya dulu suka, banget. Bisa dibilang kebiasaan menulis diary ini sudah saya lakukan sejak SD. Hanya saja saya baru punya satu buku diary khusus ketika SMP.

Menginjak SMA, sejak nonton AADC (entah apa hubungannya) saya malah punya beberapa diary khusus. Pertama, buku diary yang memang saya gunakan untuk curhat. Kedua, buku yang rata-rata isinya adalah prosa atau puisi-puisi pendek. Ketiga, notes kecil yang biasanya saya bawa bepergian. Siapa tahu di jalan pengen curhat, gitu...

Kebiasaan ini berlanjut sampai kuliah, bahkan hingga bekerja. Saya ingat menuliskan jadwal siaran, target pekerjaan, bahkan saya kadang menuliskan alamat website-website informatif yang menunjang pekerjaan. Mungkin saya sesuka itu dengan menulis, jadi apa saja saya tuliskan.

Lalu saya sadari kebiasaan menulis ini berangsur-angsur berhenti sejak menikah. Meskipun sesekali masih menulis di blog atau di laptop, tapi kebiasaan curhat di buku diary ini lama kelamaan hilang. Mungkin karena sejak menikah, saya punya suami tempat saya berbagi. Mungkin karena apa yang saya tuliskan di buku diary kadang adalah harapan-harapan yang mentah, sementara menikah sebenarnya adalah tantangan bagaimana mewujudkan harapan-harapan tadi dengan kerja keras yang nyata. Atau mungkin saya terlalu sibuk beradaptasi dengan kehidupan pernikahan sehingga hobi menulis diary ini harus minggir dulu.

Sepeninggal suami, saya jelas kehilangan tempat berbagi. Memang ada ibu saya, ibu suami saya, serta keluarga dan teman-teman yang lain. Tapi kadang saya ingin berbagi hal-hal sepele yang biasanya saya bagi bersama suami. Hal-hal 'garing-gak jelas-gak nyambung' yang kadang membuat kami berdua tertawa atau malah tidak peduli sama sekali. Hal-hal seperti ini biasa saya tuliskan di diary ketika sebelum menikah. Kini, mungkin saatnya kebiasaan itu kembali lagi.

Baru saja saya berniat membeli diary lagi, tapi saya teringat sesuatu. Dulu ketika single, saya bebas menulis apa saja yang saya mau dan kapan saja. Nah tapi sekarang saya kan sudah punya anak. Ada Samirayyan yang sedang asik-asiknya belajar menirukan omongan yang dia dengar. Kalau saya keasyikan nulis diary di kamar, nanti Dek Sam main sama siapa dong?. Apalagi sekarang ART andalan keluarga kami sudah keluar, kembali ke keluarganya di Tumpang. Jadi urusan beres-beres rumah tangga saya ambil alih. Trus kapan nulis diarynya? :)))).

Yha tapi pasti ada sih waktunya. Kayak sekarang aja saya masih sempat ngeblog sementara Sam lagi asyik main iPad.

Trus gimana, jadi balik nulis diary gak neh?. Ga tau sih. Tapi yang jelas beli diary-nya dulu aja. Just because i love being at stationery. Masalah mau ditulis kapan itu mah gampang. Yang jelas saya juga udah pengen banget ngelatih tulisan tangan saya lagi yang sekarang mulai berantakan akibat lama ga nulis tangan. My handwritings used to be good, you know...


No comments: