Pengisi Daya

Aku selalu bilang pada diriku sendiri, bahwa mencintaimu ini sebenarnya urusan mudah.  Kamu mungkin tidak menyadarinya, tapi setiap berada d...

Posesif: Kelamnya Cinta Pertama

Saya tahu mungkin postingan ini naiknya sedikit terlambat agar bisa memprovokasi kalian untuk nonton film Posesif di bioskop. Ketika postingan ini diunggah, Posesif tersisa sedikit layar saja di kota saya. Belum lagi kalau besok digempur Justice League dan lusa dihadang oleh Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak. Jadi pesan saya, kalau film Posesif masih tayang di kotamu, sempatkanlah untuk nonton.


Pic: Twitter.com/PalariFilms


Film ini sudah mencuri perhatian saya sejak posternya seliweran di sosial media. Dua pelajar SMA yang tampak bahagia dengan tali sepatu yang saling terikat. Ikatan yang saya rasa cukup kuat untuk menggambarkan judulnya: Posesif.

Adipati Dolken memerankan Yudhis, sosok anak baru di sekolah Lala (Putri Marino). Hubungan asmara mereka berdua berjalan manis sampai Yudhis secara perlahan menunjukkan sikap posesif yang berujung abusive.

Edwin selaku sutradara mampu mengaduk emosi para penontonnya. Jika di awal film kita selalu dimanjakan dengan indahnya perjalanan cinta pertama Lala dan Yudhis, maka mulai di tengah film, cukup dengan satu adegan saja, Edwin mengungkap sisi lain Yudhis yang tidak terduga. Sejak itu, saya ngeri setiap Yudhis muncul di layar.

Bukan, bukan adegan yang ini, hehehe. Ada deh pokoknya. Pic: Twitter.com/PalariFilms

Secara visual, film ini disajikan dengan sangat indah. Pengambilan gambar underwater-nya memukau, warna-warna yang ditampilkan juga cantik dan menyegarkan mata. Akting dan soundtracknya layak diacungi jempol. Sedangkan dari segi cerita, harus diakui Posesif bukanlah sebuah film cinta remaja yang membuatmu nyaman.

Film ini dengan berani membukakan mata kita bahwa cinta pertama tidak selalu seindah kelihatannya. Posesif menyadarkan kita bahwa kekerasan dalam hubungan percintaan ini bisa dialami siapa saja, bahkan di usia yang sangat muda. Saya berharap film ini banyak ditonton oleh kalangan remaja agar semua bisa belajar bahwa kalimat klise "cuma aku yang bisa bikin dia bahagia" di masa pacaran itu banyakan bullshitnya daripada benernya.

Satu hal yang jarang dibahas setelah menonton Posesif adalah bahwa film ini juga menyentil tentang parenting. Lala dan Yudhis sama-sama dibesarkan oleh orang tua tunggal. Lala tumbuh dalam ambisi sang ayah yang menginginkan Lala menjadi atlet loncat indah seperti mendiang ibunya. Yudhis, ditinggalkan oleh ayahnya sejak kecil dan dibesarkan oleh sosok ibu yang tidak kalah ambisius. Sebagai orang tua tunggal, Posesif menjadi pengingat bagi saya bahwa anak adalah apa yang ditorehkan orang tuanya, namun tetap saja mereka punya kehidupan sendiri. Posesif juga mengingatkan saya bahwa jangan menciptakan suasana toxic di rumah kalau tidak mau anaknya menjadi toxic di tempat lain. Siklus kekerasan memang harus segera diputus, dalam bentuk hubungan apa pun.

Pada akhirnya, saya ingin berterima kasih pada Edwin, Gina S Noer (penulis naskah), dan semua pihak yang terlibat dalam film Posesif karena sudah menghadirkan film ini. Selamat atas 3 Piala Citra yang berhasil diboyong, semuanya well deserved!.

Intip Bocoran Menu Baru di Cheesebury Kopitiam

Akhirnya nulis tentang makanan lagi!. Setelah sekian lama blog ini isinya film melulu, sesekali bolehlah kita nulis makanan lagi.

Beberapa waktu lalu diajak Winda untuk nongkrong hore di Cheesebury Kopitiam, katanya sih sekalian icip-icip menu barunya Cheesebury. Tapi mungkin karena padatnya deadline dan cuaca Malang yang lagi dingin-dinginnya, hari itu Winda ga bisa gabung karena ga enak badan. Jadinya yang ngumpul saat itu saya, Ule, Alvian, Tomi, Emma, dan beberapa teman lainnya

Namanya aja kopitiam alias kedai kopi, tentunya Cheesebury Kopitiam punya sederetan menu kopi andalan. Kali ini mereka punya kopi yang disajikan dengan teknik syphon. Sayangnya malam itu saya datang terlambat, jadi ga sempat nyimak penjelasan baristanya dari awal. Yang jelas koleksi bean lokalnya Cheesebury Kopitiam ini lengkap banget mulai dari Gayo sampe Indonesia Timur ada semua, tiap pulau ada, tinggal kamu suka yang mana.

Ada yang baru dari Cheesebury Kopitiam

Selesai ngobrolin kopi, datenglah Cheesebury Hotdog. Hotdog ini bukan menu baru sih sebenernya, cuma kali ini hotdognya pake sosis item. Gak usah khawatir sama warna itemnya karena itu dari bahan arang bambu yang memang biasa dipakai untuk mengolah makanan. So it's safe dan rasanya enak. Seporsi Cheesebury Hotdog ini harganya Rp 25ribu dan cukup mengenyangkan kalau mau dimakan sendirian.

Cheesebury Hotdog - pic: @iwan_tantomi

Selain Hotdog, ada juga menu lama yang jadi salah satu favorit di sini: Double Decker Pizza. Diberi nama Double Decker karena pizza ini memang ada dua lapis. Kalo kamu udah pernah nyobain, sekarang saatnya kamu cicipin lagi, karena toppingnya diganti, hehehe. Di versi baru ini pizza teratas toppingnya ganti jadi paprika dan jamur. Pizza yang bawah toppingnya berisi keju mozarella, sosis keju dan sosis jumbo. Ugh. Enak banget.

Meskipun tipis tapi sebenernya dia per slicenya cukup mengenyangkan karena ukurannya besar. Yang aku suka dari pizza ini adalah naruh toppingnya rapi, jadi mau dimakan terpisah antara pizza yang atas dan bawah itu tetep rapi dan ga berantakan. Cocok buat cemilan kalo lagi nongkrong bareng si kecil.

Double Decker Pizza - Pic: @iwan_tantomi

Kalo udah makanan berat semua, saatnya untuk icip-icip dessertnya. Ini yang kayaknya bakal jadi menu andalan buat cewek-cewek yang pengen nongkrong tapi ga mau makanan berat karena takut gendut. It's Cheesebury Parfait!.

Look at those (tasty and healthy) layers! - Pic: @iwan_tantomi 

Sebenernya parfait itu kalo di negara aslinya kan isinya ada telur, krim, dan kadang sedikit alkohol. Nah kalo di sini sehat banget isinya, ada beberapa potongan buah strawberry, cherry leci, dan peach. Trus ada granola dan yoghurtnya juga. Jadi sebenernya parfaitnya lebih mirip smoothies bowl tapi smoothiesnya diganti yoghurt. Rasanya enak dan seger banget deh, Penyajiannya juga unyu dan instagrammable banget. Seporsi juga murah, Rp 25ribu doang. This will be my new favourite!.

Jadi kalo kamu pengen nongkrong sore atau lagi ngedate sama pacar, bisa tuh diajakin ke Cheesebury Kopitiam. Tempatnya di Jalan Dr. Sutomo no. 26 Kav C1-5 Malang. Kalo dari stasiun ke Pasar Klojen, setelah Pasar Klojen ada belokan pertama ke kiri, nah itu lurus aja. Cheesebury ada di pojokannya. Buka tiap hari mulai jam 9 pagi sampai 12 malem. Kalo mau tau menu-menu Cheesebury Kopitiam yang lain bisa langsung cek IG mereka di @cheeseburyid. So, see you there?.


Ziarah, Film Cinta Yang Harus Kamu Tonton

Tadinya saya ingin break menulis tentang film di blog ini. Tapi ternyata ada satu film yang membuat saya merasa "aku mau ngeblog tentang film ini ah". Film itu adalah Ziarah, karya B. W Purba Negara.

Mbah Sri - diperankan oleh Mbah Ponco/Foto: print screen laah


Awalnya sih saya gak yakin akan sempat nonton film Ziarah di bioskop. Mengingat minggu-minggu ini merupakan minggu yang sibuk dan banyaknya acara di Malang yang bikin jalanan tambah macet, saya makin pesimis bisa nonton Ziarah. Sebenernya siangnya saya ditawari Ule untuk dateng ke acara diskusi film Ziarah tapi saya gak bisa hadir, apalagi saya juga blom nonton filmnya. Tapi namanya jodoh ga kemana... Sabtu sore jam 3 saya ditelpon Nana, ngabarin kalo ada tiket lebih tapi jamnya mepet, jam 3.25. Langsung deh mandiin anak dulu baru berangkat. Saya sih mandinya ntar aja. Langsung ganti baju dan pesan GoJek, lalu 3.36 akhirnya saya sampai studio Mandala.

Premis film Ziarah ini sederhana. Seorang istri (Mbah Sri) mencari makam suaminya, Pawiro Sahid, yang tidak ada kabarnya sejak Agresi Militer Belanda II. Mbah Sri ingin dimakamkan di samping suaminya tercinta.

Ada beberapa hal yang saya suka dari Ziarah. Pertama, akting para pemain yang mayoritas sudah sepuh ini terasa sangat natural. Sangat "mbah-mbah banget" mulai dari dandanannya, caranya bertutur hingga ekspresinya. Kedua, dialog film ini efektif. Ziarah bukan film yang menggaet emosi penonton lewat dialog-dialog panjang atau scoring yang megah. Dialognya pendek tapi mampu menjalin cerita tanpa terasa bosan. Oiya, 80 persen dialog di film ini pake bahasa Jawa, tapi gak usah khawatir kalo gak paham, subtitlenya pas kok. Ketiga, pengambilan gambar yang menarik. Sederhana, tapi komposisinya bagus dan bisa bercerita banyak. Saya bisa bilang bahwa ini adalah film yang shoot-shoot-annya paling bagus yang pernah saya tonton.

Keempat, perasaan dan pelajaran yang diambil setelah nonton film ini. Sungguh di luar dugaan. Sedikit bocoran, Mbah Sri bukan satu-satunya yang melakukan pencarian, ada cucunya Mbah Sri yang juga ikut menyusuri desa demi desa. Pencarian masing-masing tokoh di sini menghadapi permasalahan yang berbeda, namun dasarnya sama: cinta, kepatuhan dan kesetiaan. Ketika pencarian Mbah Sri akhirnya berhenti, Ziarah pun akhirnya keliatan pesan aslinya. Ziarah, sama seperti juga cinta, mengajarkan kita untuk merelakan.

8/10.

Cahaya Dari Orchestra Night With Glenn Fredly

Glenn Fredly adalah salah satu musisi Indonesia yang livenya saya suka banget. Selain sangat humble, dia juga bisa menghidupkan suasana. Dia punya cerita atau gimmick-gimmick menarik yang membuat penonton bisa sangat dekat dengan dia dan panggungnya. Maka ketika lihat poster bahwa Glenn Fredly & The Bakuucakar (band pengiringnya sekarang) akan manggung di Malang dengan orkestra, saya merasa harus nonton.

Ternyata, acara yang bertajuk Orchestra Night with Glenn Fredly ini merupakan rangkaian dari ultah Opus 275, sebuah organisasi buat pecinta musik milik UM. Jadi sebelum Glenn tampil ada penampilan dari temen-temen Opus 275 yang gak kalah keren.

Tapi di sini saya gak akan nulis banyak tentang acara Opus 275, langsung ke Glenn Fredlynya aja ya?.
Iya.

Setelah jeda lumayan lama dari penampilan 5Art Orchestra, para anggota orkestra kembali naik panggung ke posisinya masing-masing. Emsi kembali muncul dan memanggil satu persatu personel The Bakuucakar. Penonton yang lama menunggu malah menyoraki "Huuu" ketika Nicky Manuputty dan teman-teman mulai naik panggung. Sebaliknya, saya sih malak bersorak bahagia. Lha kan ini berarti artisnya mo tampil, hehehe. Baru ketika Glenn Fredly naik panggung, histeria penonton makin menggila dan kebetean setelah lama nunggu di awal acara tadi mulai mereda.

Orchestra Night with Glenn Fredly


Selesai membawakan lagu pertama, Glenn mulai sedikit ngobrol dengan penonton. Entah brief dari mana, penonton di kelas tribun atas mulai turun bergabung dengan kami yang ada di bawah. Glenn pun menghentikan ceritanya sejenak, menunggu semua penonton dapet duduk enak supaya lebih nyaman ngobrolnya. Baik ya Glenn, hehehe....

Mohon maaf saya lupa Glenn cerita apa aja. Yang jelas dia ikut senang melihat di Malang ada kelompok orkestra yang bisa bikin acara seperti ini (orchestra night). Dia terus berharap bahwa di kota-kota lain ada kegiatan serupa, dan kalau pun ada, dia akan sangat senang sekali untuk ikut kerja sama. Lalu lagu Akhir Cerita Cinta dibawakan dengan versi full choir. Asli keren bangeeet. Ada tuh cuplikannya di IG saya, hihihi.

Kemudian lagu-lagu andalan lainnya dibawakan seperti My Everything, Habis, dan Kisah Yang Salah. Setelah itu timeline beranjak ke Glenn Fredly di era yang lebih baru. Ada Surat Dari Praha yang dibawakan secara orkestra dan itu bagus banget aransemennya. Beneran. Gak bohong. Rasanya Glenn beneran naik kelas lewat lagu dan aransemen kayak gini. Indah dan menghanyutkan. Udah nonton filmnya belum? Tonton deh kalau belum.

Lalu Glenn cerita lagi tentang debutnya sebagai produser Cahaya dari Timur. Ia menyebut kalau film ini debut bagi beberapa orang yang terlibat di dalamnya. Salah satunya, Chicco Jerikho. Chicco yang selama ini dikenal sebagai artis sinetron strippingan, memberanikan diri casting sebagai pelatih sepak bola Maluku. Surprise surprise, tiba-tiba Glenn menghadirkan Chicco Jerikho di atas panggung. Kok ya pas kebetulan Chicco juga lagi ada acara di Malang.

Tiba-tiba ada Chicco Jerikho!
Lewat penuturan Chicco, dia mengaku bahwa hasil castingnya untuk film ini gak bagus. Trus kenapa Glenn sebagai produser dan Angga Sasongko sebagai sutradara berani milih Chicco buat jadi pemain utama di Cahaya Dari Timur? Jawabannya simpel: karena Chicco janji dia akan memberikan penampilan yang berbeda dari Chicco yang tukang stripping sinetron. Filmnya sendiri sempat molor selama empat tahun karena terkendala dana, tapi Angga dan Glenn sepakat bahwa mereka gak bisa berhenti sampai di situ. Filmnya harus jadi.

Hasilnya? Cahaya Dari Timur menang Film Terbaik Piala Citra tahun 2014 dan Chicco Jerikho terpilih sebagai Aktor Utama Tebaik Piala Citra 2014.

Ngelihat ini, saya merasa Glenn seolah mengingatkan kalau kita berkarya dengan tulus, kerja keras dan hati yang baik, maka hasilnya pasti juga baik.

Sebuah nasihat yang sering terdengar dari siapa saja dan terkesan standar, tapi malam itu saya bisa melihat Glenn, Chicco dan The Bakuucakar sedang membuktikan ucapan Glenn. Pencapaian mereka dan apa yang membuat mereka bisa di titik sekarang adalah ketulusan, kecintaan dan keyakinan mereka pada karyanya apa pun halangannya.

Selanjutnya yang terbaru dari Glenn Fredly dan Chicco adalah Filosofi Kopi 2 yang rencananya akan tayang pertengahan Juli 2017. Mereka menjanjikan sesuatu yang lebih keren dan menyenangkan. Sedikit bocoran, Chicco akan nyanyi di Filosofi Kopi 2. Menurut pengakuan Chicco, dia sebenernya gak bisa nyanyi tapi karena dukungan dari Glenn Fredly, Chicco akhirnya menyanggupi tantangan tersebut. Apakah hasilnya akan bagus? Kita lihat saja nanti. Sekadar mengingatkan, Chicco adalah pekerja keras dan main sikat aja sama yang namanya tantangan. So i guess Filosofi Kopi 2 is worth to wait.

Keseruan malam ini ditutup dengan sebuah penampilan encore dari Glenn Fredly dan para penari api lewat lagu Hikayat Cinta. Kebayang gak lagu dangdut tapi aransemennya orkestra ditemani dengan tarian api-api gitu? Formula agak ajaib memang, tapi nyatanya bisa bikin semua penonton ikut nyanyi dan goyang. It was very fun. Pulangnya, sempat tergoda untuk nungguin Glenn Fredly muncul untuk minta tanda tangan di DVD Live in Lokananta. Cuma karena sepertinya akan lama banget jadinya lebih baik pulang saja.

Thank you Glenn Fredly, The Bakuucakar dan Chicco Jerikho, aku pulang dengan pencerahan dan bahagia. Sampai jumpa di karya-karya selanjutnya :*











Fast & Furious 8: Balapan Gak Abis-Abis!

http://www.moviehouse.co.uk


Seri balapan di The Fast and the Furious ini beneran gak abis-abis ya?. Pertama kali muncul dengan judul The Fast and the Furious di tahun 2001, film ini sebenernya sempat diprediksi nggak akan jadi box office, tapi ternyata sukses banget. Cukup untuk bikin orang notice bahwa di tahun segitu ada film balapan mobil seru dengan tokoh yang lakik banget (Vin Diesel, Paul Walker).

Meskipun sukses, tapi sekuelnya, 2 Fast 2 Furious, justru "ditinggal" oleh beberapa bintang utamanya seperti Vin Diesel (Dom), Michelle Rodriguez (Letty), Jordana Brewster (Mia). Di film ketiga, selain udah pede pake judul Tokyo Drift-tanpa embel-embel Fast & Furious-, Paul Walker pun gak ikutan main di film ini. Ada Vin Diesel tapi dia cuma muncul sekian detik di ending film.

Dan selanjutnya, franchise The Fast and the Furious jalan terus sampai sekarang film ke 8. Cerita pun makin berkembang, bukan lagi fokus di balapan liar, tapi sudah merambat sampai ke operasi ilegal dan keamanan negara. Kematian Paul Walker ternyata tidak membuat franchise ini berakhir di Furious 7. Harus diakui Furious 7 ditonton karena momen perpisahan emosional dengan Paul Walker.

Maka ketika mereka memutuskan akan membuat film kedelapan, film itu harus melebihi apa yang ada di film ketujuh.

Jadilah FF8 dibuat dengan menghambur-hamburkan mobil mewah dengan jumlah yang lebih banyak dari film-film sebelumnya. Mobil-mobil mewah ditabrak-tabrakin semena-mena kayak lagi mainan Hot Wheels. Supaya lebih waw, mereka bermain-main dengan apa yang belum pernah mereka sentuh sebelumnya: kapal selam bernuklir.

Villainnya ada Charlize Theron sebagai Chiper, penjahat cyber yang punya ambisi menguasai dunia. Cakep sih, cocok banget jadi antagonis yang pintar memainkan psikologi lawannya. Kalo nonton trailernya, sudah tau kan kalo di film ini Chiper akan team up dengan Dom?. Kalo belom, intip poster di atas aja.

Saya bisa bilang bahwa FF8 ini way much better dari FF7 dari segi cerita, rasa seneng saat nonton, dan hiburan dari jokes-jokes antara para pemainnya. Dialog antara Roman (Tyrese Gibson) dan Tej (Ludacris), lalu chemistry antara Deckerd Shaw (Jason Statham) dan Luke Hobbs (Dwayne Johnson) ini menghibur sekali. Sedikit berbagi tips, sebaiknya nonton lagi FF5-7 supaya nyambung dengan jokesnya atau supaya lebih bisa menikmati kehadiran cameo-cameonya.

Dan film ini membuat saya makin yakin kalau saya lebih suka akting Jason Statham yang ada komedinya daripada yang serius kayak di The Transporter. Logat Inggrisnya kalo ngelawak itu lucu banget :)). 

Jadi apakah FF8 layak tonton? Layak doong, apalagi kalau kamu emang ngikutin film ini. Kalau enggak, yah lumayan buat tontonan hiburan mumpung banyak long weekend di bulan ini. Jangan bosen dulu sama franchise FF8 karena kabarnya akan ada dua film lagi yang bakal tayang 2019 dan 2021.

Anyway, judul resmi film ini apa sih? The Fate of the Furious, Fast and the Furious 8 atau F8?. Judul di posternya beda-beda, hehehe.

 







Galih dan Ratna: Pahit Manisnya Cinta Pertama





Foto: FB Film Galih dan Ratna


Nostalgia cinta pertama, kaset dan mixtape. 

Sejak pertama kali dengar kabar kalau Gita Cinta dari SMA akan diremake, saya sudah seneng banget dengernya. Apalagi setelah tahu kalau materi promo yang beredar bagus. Iya, poster minimalis Galih (Refal Hady) menggendong Ratna (Sheyl Sheinafia) dengan background putih itu sudah cukup bikin tidak sabar buat menanti film ini.

Ternyata film ini hanya 'terinspirasi' dari kisah cinta Galih dan Ratna dari film Gita Cinta Dari SMA yang dibintangi Rano Karno dan Yessy Gusman, makanya judul yang dipakai adalah "Galih dan Ratna" dan bukan "Gita Cinta Dari SMA". Bikin penasaran juga sih, karena kita semua tau kisah Galih dan Ratna versi asli itu berakhir seperti apa. Mengingat kemajuan teknologi sekarang dan karakter anak muda masa kini yang lebih rebel, kisah asmara LDR dan hubungan yang tidak direstui tentu agak tidak relevan.

Galih dan Ratna bukan hanya bercerita soal kisah cinta anak muda, tapi juga lika-liku mereka menjalani mimpi dan idealismenya. Mengambil setting di kota Bogor, Galih adalah anak SMA yang memilih mempertahankan toko kaset peninggalan ayahnya meskipun toko tersebut dirasa hanya menjadi beban oleh ibunya. Sedangkan Ratna, anak pindahan dari Jakarta yang mencoba beradaptasi dengan lingkungan baru. Perkenalan dengan Galih ternyata bukan cuma membuatnya jatuh cinta, tapi juga membuatnya menemukan apa yang sebenarnya ia mau dalam hidupnya.

Foto: FB Film Galih dan Ratna

Saya baru kali ini nonton akting Refal Hady dan saya harus bilang dia adalah aktor muda yang menjanjikan. Gak salah Lucky Kuswandi memasangkan Refal dan Sheryl sebagai Galih dan Ratna. Sepanjang film saya menikmati chemistry di antara mereka berdua. Sangat real dan gak berlebihan. Malu-malunya mereka ketika ketemu pertama kali, ketika Galih menyatakan perasaannya, seru-serunya mereka pacaran, ngambek-ngambeknya Ratna ketika teleponnya ga diangkat, dan ketika mereka harus mengalami hal-hal pahit lainnya. Sebuah chemistry yang sangat indah dan sangat jauh berbeda dengan gaya pacaran anak muda masa kini yang banyak dipamerkan di vlog.

Foto: FB Film Galih dan Ratna
Selain akting yang brilian, musik dan soundtrack film ini juga sangat membangun suasana. Soundtrack ada mulai dari Koil, WSATCC, Rendy Pandugo dan GAC. Bagi kamu yang dulu koleksi kaset dan hobi bikin mixtape, film ini bisa jadi nostalgia yang menyenangkan. Bagi anak muda masa kini yang gak tau kaset itu apa dan gimana makenya, film ini mungkin bisa jadi inspirasi untuk mulai mengoleksi. Kalau vinyl bisa bertahan seharusnya kaset juga.

As for me, sepulang nonton rasanya saya jadi pengen jatuh cinta lagi kayak Galih dan Ratna. Tapi film ini bukan hanya tentang film cinta-cintaan anak muda, ada juga tentang menghadapi idealisme dalam hidup, tentang memilih bertahan atau kompromi. Yang jelas apa pun pilihan yang kamu ambil, jalani konsekuensinya dengan baik dan jangan lupa untuk bahagia :).

Istirahatlah Kata-Kata: Keheningan Yang Mengusik

Seberapa jauh kamu mengenal sosok Wiji Thukul?

Saya sebatas mengenal namanya saja dari buku kumpulan puisi yang pernah saya baca di perpustakaan SMA. Sejak itu saya mengenal Wiji Thukul sebagai seorang penyair meskipun saya tidak tahu banyak karya-karyanya.

Di masa kuliah, ketika mahasiswa tidak lagi takut membicarakan Orde Baru, saya mulai mengenal Wiji Thukul sebagai aktivis. Namanya kerap disandingkan dengan Munir dan beberapa nama aktivis muda lainnya yang hilang begitu saja dan tidak ada kejelasannya hingga kini. Setiap pergantian Presiden, namanya selalu disebut oleh para aktivis masa kini sebagai tuntutan kepada Presiden terpilih untuk menjawab tanda tanya yang sekian tahun selalu menghantui mereka.

Lalu di tahun 2017, lahirlah film Istirahatlah Kata-Kata, sebuah biopik Wiji Thukul garapan Yosep Anggi Noen. Sebuah kesempatan yang baik untuk mengenal Wiji Thukul, pikir saya.

Namun ternyata tidak semudah itu caranya. Kota Malang tidak masuk dalam daftar kota penayangan pertama film ini. Bisa sih nonton di Surabaya. Tapi daripada rame-rame nonton di Surabaya, mendingan mengupayakan sesuatu supaya filmnya tayang di Malang. Bukan apa-apa, cuma saya yakin orang Malang juga banyak kok yang mau nonton film ini.

Benar saja, berawal dari polling Twitter milik akun @MelatiNoerFajri, penggiat film, kami (can i say 'kami'?) berhasil membuktikan bahwa akan ada lebih dari 300 orang yang bersedia nonton film ini jika tayang di Malang. Selain itu, akun @FilmWijiThukul juga berbaik hati mengadakan #SayembaraNobar dengan mekanisme menyerbu mention dan hashtag. Akhirnya Malang dan beberapa kota lainnya terpilih untuk mengadakan acara nobar dan diskusi film Wiji Thukul.

Hari H tiba, saya dan teman-teman sudah berkumpul di bioskop Mandala untuk penayangan film jam 19.30. Suasana antriannya mirip dengan antri film Hangout dan Cek Toko Sebelah, sebuah film yang temanya sangat bertolak belakang dengan Istirahatlah Kata-Kata. Rata-rata yang nonton pun bukan hanya yang seumuran saya, tapi juga banyak anak-anak muda masa kini yang saya yakin mereka masih sangat kecil untuk tahu apa yang terjadi sebenarnya di tahun 1998. Sebuah antusiasme yang tidak saya duga sebelumnya. Film tema aktivis bisa menarik perhatian anak muda segini banyaknya. Total tiket terjual kabarnya mencapai 768 tiket. Pantas saja bioskop Mandala mendadak penuh sesak.

Suasana bioskop Mandala

Alih-alih mengenalkan perjuangan Wiji Thukul, film Istirahatlah Kata-Kata memilih untuk menceritakan ketika sang penyair cadel ini berada di pengasingan di Kalimantan. Tidak ada visual heroik Wiji Thukul turun ke jalan memimpin orasi atau membacakan puisi sebagai bentuk protes pada penguasa. Yang ada justru alur cerita lambat yang mengantarkan Wiji dari satu penyamaran ke penyamaran lainnya. Dari satu kecemasan ke ketakutan lainnya. Dari satu kebosanan ke kerinduan pada keluarganya. Frame-frame yang berisi tak pernah lebih banyak dari 5 orang dan dialog yang minim ini cukup kuat untuk menggambarkan suasana intimidasi yang dialami Wiji.

Lewat keheningan, penonton diajak untuk mengenang kembali bahwa dulu, menyuarakan kebenaran adalah hal yang berbahaya. Dulu, bungkam dan menurut akan membawa nasib keluarga jadi lebih baik daripada lantang dan terang-terangan mengkritik penguasa.

Sebuah pertanyaan menggelitik yang juga menjadi pertanyaan saya dan mungkin ratusan penonton awam lainnya, sempat dilontarkan oleh salah satu sahabat Wiji di persembunyiannya:

"Kamu kenapa masuk daftar (buronan)? Apa hanya karena puisi-puisi?"

Pertanyaan ini kemudian dijawab oleh Wiji:

"Rezim ini bangsat tapi takut dengan kata-kata".

Film ini tidak melulu berkisah tentang Wiji. Cerita juga berjalan linier di Solo, tempat Sipon, istri Wiji, harus bertahan hidup menghidupi anak-anaknya di tengah cap bahwa ia adalah istri seorang penyair yang juga musuh negara saat itu. Lewat kesederhanaan, Sipon berhasil menggambarkan kecemasan seorang istri yang suaminya entah di mana dan entah akan pulang kapan.

Lalu, apakah Wiji Thukul sebaiknya harus pulang dan kembali ke rumah?. Entah. Nyatanya, ketika Wiji diceritakan pulang kembali ke Solo pun ia masih harus kucing-kucingan di rumah sendiri. Kegetiran ini pun diutarakan dengan indah yang diucapkan Sipon lewat dialog terakhirnya:

"Aku nggak pengen kamu pergi. Aku juga nggak pengen kamu pulang. Aku cuma pengen kamu ada".

Sebuah keinginan yang mudah didapatkan bagi banyak pasangan suami istri di luar sana, namun seperti yang kita tahu, tidak bagi Sipon dan Wiji.

Film Istirahatlah Kata-Kata sedari awal memang hanya ingin menggambarkan cuplikan perjuangan Wiji Thukul. Rasanya tidak cukup jika kita hanya mengandalkan film ini saja untuk bisa memahami sosoknya. Tugas film ini cukup hanya mengingatkan bahwa bangsa ini pernah punya seorang pemberani seperti Wiji Thukul. Juga cukup untuk mengingatkan bahwa di tengah kebebasan yang tengah kita nikmati saat ini, dulu kita pernah sangat takut untuk bersuara.

Sherlock Holmes Best Episodes: Ranked by Me

Kamu suka nonton serial Sherlock Holmesnya BBC gak? Ituh.. yang Benedict Cumberbatch jadi Sherlock Holmes dan Martin Freeman jadi Dr. Watsonnya. Skenarionya ditulis Mark Gatiss (dalam serial berperan jadi Mycroft Holmes, kakaknya Sherlock), Stephen Thompson dan Steven Moffat.

Where's Mycroft?/Pic: bbc.co.uk

I love the series. Like.. a lot. I don't mind binge watching serial ini mulai dari episode pertama sampe terakhir seharian, trus besoknya diulang lagi, hehehe... Makanya sedih banget denger rumor bahwa season 4 ini jadi season terakhir. Meskipun sempat ada rumor bahwa masih ada kemungkinan akan lanjut ke season 5, tapi dengan berbagai alasan yang muncul (jadwal syuting padat, rating Final Problem yang drop, hubungan Cumberbatch dan Freeman yang dingin, dll) sepertinya gak usah banyak berharap.

Meskipun suka banget sama serial ini, tapi ga berarti kalo aku suka semua episodenya. Ada yang ngebosenin, ada yang biasa aja, ada juga yang bagus banget. Kalo diliat-liat, serial ini tiap episode ada polanya yang kalo dirangkum akan jadi seperti ini:

Episode 1: Pasti bagus. Semacam pemanasan, perkenalan tokoh baru, atau menyambung ending dari season sebelumnya.
Episode 2: Biasa aja, ngebosenin, kadang ga masuk akal, kadang mengada-ada. Sering ada clue untuk episode selanjutnya.
Episode 3: Pasti bagus. Seolah episode permintaan maaf karena episode sebelumnya boring dan sebagai pengingat how awesome this series could be.

Jadi kalau dibikin skor per episode, biasanya episode 1 skornya 8/9, episode 2 skornya 6/7, trus episode 3 balik lagi ke 8/9.

Nah kemarin di Twitter nemu artikel ini: http://www.empireonline.com/movies/features/sherlock-best-episodes/, urutan episode Sherlock dari yang paling bagus ke yang paling buruk. Total ada 13 episode, karena episode spesial The Abominable Bride dimasukin, tapi mini episode Many Happy Returns enggak. Saya banyak gak setujunya sama urutan versi Empire, makanya saya tulis versi saya di sini. Daftarnya saya urutkan dari episode yang paling membosankan ke episode yang paling menyenangkan:

[Contain Spoiler, of course]

14. The Blind Banker (S01E02)
Episode ini kunobatkan sebagai episode paling membosankan karena memang begitulah adanya. Setelah diperkenalkan dengan kasus yang agak rumit di episode 1, The Blind Banker ini malah terlalu berputar-putar dan lambat. 

13. A Study in Pink (S01E01)

Sebagai episode perkenalan, episode ini cukup berhasil bikin saya suka dengan serial ini. Observasi Sherlock Holmes divisualisasikan dengan menarik, ditambah karakter arogan, misterius, dan suka seenaknya dari Sherlock Holmes juga memberi kesan kalau serial ini ga akan ngebosenin kok. Sayangnya kasusnya kurang menarik, or let's say it's just not my favorite case.

12. The Lying Detective (S04E02)
Waktu nonton trailernya, sudah kebayang antagonisnya si Tobey Jones sebagai villain. Tobey Jones itu yang jadi Zola di Captain America: First Avenger. Kecil, pintar dan berbahaya. Saya sempet mikir, mungkin kesan ini juga yang pengen ditampilkan di sini, tapi sayangnya kasusnya ini malah gak jelas apa yang sebenernya mau diangkat.
 
11. The Hounds of Baskerville (S02E02)
Dibandingkan kasus lainnya di seri ini, The Hounds of Baskerville mungkin satu-satunya yang agak mistik, But as we all know, semua pasti ada penjelasan logisnya. It was a bit boring but still fun to watch.

10. The Sign of Three (S03E02)
Hidupnya Sherlock itu kayaknya selalu diikuti oleh kasus yang perlu dipecahkan. Waktu di nikahan John Watson dan Mary aja dia tetap harus mecahin kasus. Tokoh Mary Watson mulai jadi misterius di episode ini.

Mary and John Watson wedding/Pic: bbc.co.uk


9. The Six Thatchers (S04E01)
Episode ini adalah episode tentang Mary Watson. Tentang masa lalu dan masa depannya. Another shocking episode.

8. Many Happy Returns (mini episode)
Pertama kalinya liat Sherlock Holmes bangkit dari kubur. Meksi cuma keliatan siluetnya aja tapi udah bikin excited.

7. The Great Game (S01E03)
Kasusnya mulai bikin stres Sherlock Holmes nih. Mulai menarik, ehehee. Di sini juga Moriarty mulai keliatan psikopatnya. Makanya jangan ngeremehin Jim Moriarty.. *toyor Sherlock

A brilliant, insane genius Moriarty/Pic: bbc.co.uk


6. His Last Vow (S03E03)
Menurut Sherlock Holmes, Magnussen mirip hiu. Pergerakannya, wajah datarnya, mata yang mematikan. Magnussen di sini sebenernya ga jelas jahatnya apa, cuma dia punya informasi penting yang takutnya akan membahayakan hidup John, Mary, dan bahkan Mycroft.

5. The Abominable Bride (Special)
Seru karena penonton diajak main-main ke mind palacenya Sherlock Holmes. Penggambarannya juga bagus. Dan seperti kasus Sherlock Holmes sebelumnya, gak ada itu yang namanya manusia bangkit dari kubur. Semua pasti ada triknya.

4. The Empty Hearse (S03E01)
Yes, Sherlock is alive but how to tell this to John Watson?. Semua orang terdekat Sherlock tahu kalau Sherlock masih hidup kecuali John Watson. Wajar kalau dia marah banget sama Sherlock. Selain ngebahas beberapa teori tentang how Sherlock false his death, kasus episdoe ini juga terinspirasi dari Guy Fawkes Night.

3. The Reichenbach Fall (S02E03)
The day when Sherlock and Moriarty commit suicide, of course. Kasusnya juga seru karena Moriarty set up the whole case untuk menjebak Sherlock Holmes.


Series 4 is getting darker and darker. Did you notice the tone? Oh btw that's Mycroft. Pic: bbc.co.uk

2. The Final Problem (S04E03)
Saya bisa bilang ini episode paling melelahkan dan emosional sepanjang seri. Tegang dan sangat bikin penasaran mulai dari detik pertama. Kata-kata Mycroft yang  bilang bahwa Eurus sangat berbahaya bisa dibuktikan di sini. Menariknya, masih ada jejak Moriarty di sini meskipun dia sebenernya sudah meninggal sejak season 2. And if you really pay attention, clue tentang hadirnya Eurus ini sudah ada sejak episode His Last Vow.

1. A Scandal in Belgravia (S02E01)
Alasan kenapa episode ini jadi paling favorit adalah... jelas karena ada Irene Adler, hehehe. It's good to see our detective falling in love. Apalagi dia berusaha menyembunyikan ketertarikannya ke Irene Adler dengan wajah datar. Sorry kalo alesannya jadi cheesy, tapi enggak kok, teka-tekinya juga menarik. Satu hal yang bisa dipelajari dari episode ini, mulut boleh bohong tapi hati dan badan ga bisa bohong. Hahaha... Gotcha!.

Secara keseluruhan, secara cerita saya paling suka season 2. Mulai dari sweet, lucu dan tegang rasanya paling komplit ada di season 2, paling menghiburlah pokoknya. Kalaupun nanti serial ini akan lanjut sampai season 5, semoga ceritanya makin bagus dan teka-tekinya makin rumit.

What about you, what's your most Sherlock best episode?

Head to Head: Cek Toko Sebelah vs Hangout


Rasanya memang sedikit terlambat ya baru sekarang nulis tentang Hangout atau Cek Toko Sebelah. Mengingat sudah lebih dari dua minggu kedua film ini tayang di bioskop. Keburu ilang dari peredaran bioskop, hehe. Maaf. Tapi kan lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Sebenernya draft postingan ini sudah mengendap lama, tapi selalu ada alasan untuk menyelesaikan tulisan yang lain.

Anyway, tulisan ini memang bermaksud membandingkan antara film Cek Toko Sebelah dan Hangout. Kenapa kok dibanding-bandingin, sementara sebagai manusia, kita pasti males kan kalo dibanding-bandingin 😜. Soalnya film ini punya banyak kesamaan. Pertama, tanggal rilis deketan cuma beda seminggu doang. Kedua, sutradaranya sama-sama berteman baik dan sama-sama komika. Ketiga, dua film ini sama-sama bikin aku gagal nonton filmnya di hari pertama tayang karena fans Ernest dan Dika buanyak buanget. Antrinya luar biasak. Kayaknya fansnya Dika sama Ernest udah nginep semalem sebelumnya di depan bioskop biar bisa dapet tiket. Jadi kayaknya bisa lah dua film ini dibikin head to headnya.

Hangout
Sutradara: Raditya Dika
Rumah Produksi: Rapi Films
Pemain: Raditya Dika, Prilly Latuconsina, Bayu Skak, Titi Kamal, Gading Marten, Soleh Solihun, Mathias Muchus, Dinda Kanyadewi, Surya Saputra


Foto: Twitter.com/HangoutFilm


Permis: 9 selebritis mendapat undangan misterius ke sebuah pulau lalu di sana mereka mati satu per satu. Mungkinkah pembunuh sebenarnya salah satu di antara mereka?.

Mungkin. Hahaha. Kok gini banget sih aku nulisnya. Yah maap. Abisnya logis aja lah kalau kematian itu pasti ada penyebabnya. Tinggal penyebabnya apa dan orang lain tahu apa enggak itu persoalan lain.

Hangout ini ceritanya semacam adaptasi dari novel misteri And Then There Were None - Agatha Christie. Saking populernya novel ini sampe-sampe lagu ini ada nursery rhymenya, Ten Little Indians. Ceritanya sama, sekumpulan orang lagi ngumpul di pulau, tapi akhirnya di sana justru mati satu persatu.

Ketegangan film Hangout dimulai dari kematian Mathias Muchus, yang seperti di trailernya, tewas mendadak setelah menyantap hidangan yang disajikan di pondok misterius. Trus seleb yang lainnya tewas dengan cara yang berbeda-beda. Kalau kamu sudah sering nonton atau baca adaptasi And Then There Were None, pasti mudah menemukan celah siapa pelaku dari kematian beruntun  ini. Bahkan sebenernya bisa ditebak dari uhm... sepertiga awal film, sebelum Mathias Muchus tewas. Nah lo.

Meskipun bisa ditebak, tapi Hangout masih tetap menarik untuk dinikmati sampai akhir. Ada sih beberapa bagian yang maksa dan bikin saya mikir "harus di bagian ini ya dibikin slapsticknya?" atau "harus gini nih lucu-lucuannya?". Tapi ya namanya aja film komedi. Sebagai film misteri, scoring dari film ini cukup berhasil meningkatkan ketegangan. Cuma kadang porsinya gak rata atau timingnya gak pas. Ada bagian yang kedodoran dan berasa kayak ini yang bikin serem scoringnya, bukan ceritanya.

Kalo soal akting, yang paling keren menurut saya adalah Surya Saputra dan Prilly Latuconsina. Yang paling biasa-biasa aja aktingnya adalah Raditya Dika. Terus terang saya bosan lihat peran-perannya gitu aja. Tapi sepertinya itu memang brandingnya dia. Dika di film, kalau sebagai Raditya Dika, akan jadi orang yang lugu dan plonga-plongo. Ini udah filmnya dia kesekian dan hampir semuanya sama. Coba lihat nanti deh di film terbarunya dia tahun ini kalo ga tahun depan, semoga treatmentnya beda.

Secara keseluruhan, Hangout menyenangkan untuk ditonton rame-rame. Lucu, misterius, dan menghibur. Skor 7/10.

Cek Toko Sebelah
Sutradara: Ernest Prakasa
Rumah Produksi: Starvision
Pemain: Ernest Prakasa, Chewkin Wah, Dion Wiyoko, Adinia Wirasti, Giselle Anastasia, Dodit Mulyanto, Arafah, Tora Sudiro


Foto: twitter.com/ctsmovie

Premis: Koh Afuk sakit-sakitan dan ingin mewariskan toko kepada anak bungsunya. Sementara si anak bungsu lebih memilih karir sebagai pegawai kantoran dan si sulung dipandang tidak mampu mengurus toko. Bagaimana nasib toko selanjutnya?.

Aku suka ide Ernest untuk mengangkat dinamika kehidupan di toko sembako sebagai tema film ini. Sebuah tema yang sangat bisa relate ke banyak orang. Belakangan saya baru tahu kalau Ernest dan Meira justru sempat tidak yakin tema ini akan cocok.

Sebagai sutradara, Ernest berhasil menghidupkan toko milik Koh Afuk bukan hanya penyambung cerita, tapi juga membuatnya benar-benar seperti keluarga. Interaksi antara karyawan toko yang sebagian besar adalah komika ini real banget. Ledek-ledekannya, sirik-sirikannya, berasa kayak mereka emang udah lama kerja di toko. Porsi bercandaannya pun pas, mereka ga cuma tampil sebagai figuran, tapi memang bagian penting dari komedi di film ini.

Untuk akting, menurutku yang paling keren adalah duet Adinia Wirasti dan Dion Wiyoko. Chemistry mereka bagus, dan pendalaman karakternya juga bagus. Asti sama Dion sampe punya panggilan sayang sendiri di dalam film, bener-bener kayak pasangan suami istri pada umumnya. Trus yang juga luar biasa adalah akting Chewkin Wah sebagai Koh Afuk. Asli bagus banget, natural. Justru akting Ernest yang agak kurang di sini. Padahal Ernest sudah sering main film lho, hehehe. There's still a room for improvement, semoga ke depannya dia makin bagus aktingnya dan cara penyutradaraannya karena Cek Toko Sebelah ini pembuktian kalau Ernest sudah sangat jauh lebih baik dari Ngenest.

Soundtrack juga ga kalah bagus. Ini kayaknya salah satu yang bikin betah nonton Cek Toko Sebelah. Duet The Overtunes dan GAC ini melebur sempurna di film ini. Lagu-lagu yang dipilih dan timing munculnya soundtrack ini ngebantu banget buat ngebangun film ini. Cek deh album soundtracknya, semuanya enak dan bagus-bagus.

Meskipun bagus, bukan berarti plot film ini sempurna. Aku malah agak keganggu dengan isu baru yang diselipkan menjelang penyelesaian masalah. Walaupun akhirnya bisa jadi jembatan ke solusi masalah, tapi rasanya tetep terlalu dipaksakan. 

Jadi kamu udah nonton Cek Toko Sebelah apa belum? Kalau belum, nonton ya.. Kalau udah, ayo ajakin yang belum nonton buat nonton, biar film ini bisa masuk 10 besar box office  film Indonesia, hehee.

Skor 8/10
(PS: Pastikan kamu nonton Behind The Scenenya. Gak kalah bikin ngakak!)

Di Balik Lagu Joan Baez - Here's To You

Currently listening Joan Baez - Here's To You on repeat. Ini lagunya kalo mau ikut dengerin:



Lagu ini sebenernya soundtrack film Sacco e Vanzetti, film yang disutradarai oleh Giuliano Montaldo dan rilis sekitar tahun 1971. Diangkat dari kisah nyata dua anarkis Italia, Nicola Sacco dan Bartolomeo Vanzetti, yang dihukum mati oleh Pengadilan Massachussets atas tuduhan pembunuhan dan perampokan.

Kasus Sacco dan Vanzetti yang sehari-hari bekerja sebagai buruh pabrik dan pedagang ikan keliling ini jadi sorotan internasional karena selain proses persidangannya cukup panjang, pengadilan berkali-kali menolak banding, dan Sacco-Vanzetti pun menolak grasi. Menurut mereka, menerima grasi berarti mengakui kejahatan yang tidak mereka lakukan.

Kenyataannya, di tahun 1970-an, empat puluh tahun setelah mereka dihukum mati, pemerintah Amerika terbukti salah menjatuhkan vonis. Barang bukti berupa pistol dan peluru yang dicari polisi ternyata berbeda dengan pistol milik Sacco dan Vanzetti. Sejarawan Howard Zinn mencatat mereka berdua dijatuhi hukuman mati hanya karena mereka anarkis dan warga negara asing.

Lirik lagu Here's To You ditulis Joan Baez sedangkan musiknya diaransemen oleh komposer hebat Ennio Morricone. Liriknya cuma 4 baris dengan baris terakhir diambil dari statement terakhir Vanzetti pada wartawan, tiga bulan sebelum eksekusi dijalankan. Lagu sekian menit ini isinya cuma 4 baris ini aja diulang-ulang:

Here's to you, Nicola and Bart
Rest forever here in our hearts
The last and final moment is yours
That agony is your triumph


Selain jadi soundtrack Sacco e Vanzetti, lagu ini juga muncul di film The Life Aquatic with Steve Zissou garapan Wes Anderson, dan di game Metal Gear Solid 4 dan 5. Hail Hideo Kojima!.

As for me, di luar cerita kalo lagu ini ternyata lagu tribute, mungkin saya suka lagu ini karena lagunya folk. Atau mungkin karena jarang-jarang ada folk tapi aransemen orkestra. Atau mungkin ya gak aada alasan khusus. Dengerin, suka, trus nempel terus berhari-hari.

Kamu sendiri gimana, lagi suka lagu apa?.

La La Land: Mimpi dan Kebesaran Hati

Kalo setelah nonton film trus besoknya masih kebayang-bayang filmnya, berarti itu film bagus. Karena kalo jelek pasti pengen ngelupain, bukan malah diinget-inget. Hehehe...

Kalo aku, salah satu film yang punya kesan kayak gitu adalah La La Land.

La La Land sudah masuk daftar wajib tonton sejak nonton trailernya, padahal ya cuma sekali aja nontonnya. Seperti yang pernah aku sebut di Twitter/Path, bahwa awalnya aku ngira aku bakalan suka film ini karena banyak hal. Bisa jadi karena ini kisah cinta-cintaan (i love it!), bisa jadi karena aku percaya chemistry Emma Stone dan Ryan Gosling, atau karena ini musikal yang soundtrack di trailernya aja sudah berasa lembut dan hangat. Itu adalah pendapat awal dengan modal cuma nonton trailer doang.


Foto: http://www.lalaland.movie

Setelah nonton filmnya ternyata....

Filmnya indah banget... opening scenenya aja bagus banget. Adegan nyanyi-nyanyi dan joget yang disyut dengan continuity di tengah kemacetan LA. Opening yang pas buat ngajak penonton masuk ke dalam film dan seolah-olah bilang:"this movie is gonna be fun!". Dan tahukah kamu kalau ini syutingnya di jalan tol beneran, bukan di studio? Sutradaranya emang ngeblok jalan tol dua hari demi adegan ini, luar biasa.

La La Land ini berkisah tentang dua orang yang tidak sengaja bertemu lalu saling bebagi mimpi dan ambisi masing-masing. They're here for each other. Ketika realita membelokkan mimpi mereka, satu sama lain kembali mengingatkan apa yang sebenarnya mereka cita-citakan. 

Foto: http://www.lalaland.movie
I love chemistry antara Ryan Gosling dan Emma Stone. Mungkin bener yang namanya film itu kayak jodoh. Emma Watson nolak film ini demi jadi Belle di Beauty And The Beast, sedangkan peran Sebastian tadinya akan diberikan ke Miles Teller. Rasanya gak apa-apa mereka gak jadi dapet peran di La La Land, karena toh Emma Watson sudah keliatan keren banget di trailer Beauty And The Beast dan Emma Stone juga cocok jadi Mia.

Sutradaranya, Damien Chazelle (Whiplash), pinter banget masukin referensi jazz di film ini tanpa keliatan seperti sedang menceramahi. Musik-musik jazz yang dimainkan juga bagus. Jazz murni, kalo istilahnya Ryan Gosling. Sempet kaget kenapa ada John Legend di sini, tapi rasanya peran itu emang cocok banget kalo John Legend yang main. You'll know why.

Selain soundtrack, tone film ini juga bagus, bikin mata betah nontonnya. Emma Stone cantik sekali meskipun dia cuma pake kemeja putih dan celemek, atau cuma pake dress dengan cutting sederhana dan warna polos. She's gold. Ditambah dengan set lokasi yang dipoles jadi indah, film ini jadi bikin pengen pergi ke tempat-tempat indah bersama pasangan.

Kudos untuk sutradara dan departemen artistiknya La La Land yang sudah membuat film ini jadi sedemikian cantiknya. Keindahan dan kehangatan La La Land membantu aku memaafkan dan menerima segala kepahitan dalam cerita. Kalau openingnya tadi bikin terpukau, 10-15 menit ending dari film ini bikin ngeremes-remes ujung baju. It's beautiful. And I keep telling to my self: It's okay, i understand. Yes, really. It's okay.

Aku kira adegan-adegan indah sepanjang film tadi akan jadi adegan terfavorit, tapi ternyata adegan terbaik justru senyuman di ending film (sorry a bit spoiler here). Dalam kehidupan nyata, butuh keberanian dan keteguhan hati untuk bisa melempar senyum semanis itu. Buktikan kalau gak percaya. Buruan ke bioskop.


The Age of Adaline: Tidak Semua Orang Mau Mencintai Selamanya

Disclaimer: This is not a movie review. Contain spoiler.

The Age of Adaline (http://theageofadalinemovie.com)

Iya jadi ini bukan movie review, cuma sekedar catatan setelah nonton film aja. Nulis ini pun karena beberapa hari belakangan lagi sering nonton The Age of Adaline yang ditayangin secara gantian oleh beberapa channel di tv kabel.

The Age of Adaline bercerita tentang kisah Adaline Bowman (Blake Lively) yang mengalami kecelakaan hingga membuatnya tidak bisa menua. Karena merupakan kasus langka, Adaline bahkan sempat jadi incaran penelitian FBI. Sadar hidupnya tidak akan biasa-biasa saja, Adaline kemudian memilih untuk tinggal berpindah-pindah dengan identitas yang berbeda-beda.

Secara logika, kalo jadi Adaline urusan administrasi pasti jadi persoalan utama. Paspor, KTP, Ijazah,dll pasti tiap beberapa tahun sekali bikin baru tuh. Tapi di film ini persoalannya dipersempit jadi soal asmara aja.

Bagi kamu-kamu yang sering beranggapan bahwa hidup abadi itu menyenangkan, coba tengok kisah cinta Adaline. Beberapa kali jatuh cinta, tapi harus tiba-tiba pergi dari sang kekasih karena dia gak siap untuk hubungan yang lebih serius. Adaline sendiri gak pernah cerita ke pasangannya kalau di sebenernya umurnya akan segitu-gitu aja. Mungkin dia takut kalau kelainannya ini kebongkar lalu dia jadi bahan penelitian FBI, atau dia takut si pasangannya tidak akan menerima kondisinya yang sebenernya. Kan bisa aja nanti si cowok menua sementara Adaline akan tetap cantik sepanjang masa (dan bener lho Blake Lively ini cantik banget sepanjang film). Di saat banyak orang ingin selalu awet muda, Adaline justru berharap dia bisa kembali normal dan bertambah tua.

Sampai akhirnya Adaline ketemu dengan Ellis Jones (Michiel Huisman, yang jadi Daario Naharis di GOT) dan mereka saling jatuh cinta. Di sebuah acara keluarga di rumah Ellis, Adaline baru menyadari kalau Ellis Jones adalah anak dari pacarnya dulu, William (Harrison Ford). Ini kalo beneran kejadian di Indonesia pasti udah jadi sinetron FTV dengan judul kurang lebih Pacarku Mantannya Ayahku. Keluarganya ribut nih pasti.

Yang aku dapet dari film ini, selain Blake Lively cantik banget dan Michiel Huisman ganteng banget, adalah... I feel sorry for Adaline. Karena kadang ketika kamu sudah bahagia dengan pasanganmu, kamu tiba-tiba harus menarik diri, hilang dari kehidupannya untuk selamannya. Lalu si pasanganmu akan bingung, heran, nyari kamu mati-matian, dan marah karena kamu hilang ga ada kabar.

Kamu sendirian. Bertemu seseorang lalu jatuh cinta. Pergi. Sembuh dari kehilangan, move on, jatuh cinta lagi, pergi lagi, begitu seterusnya. Berkali-kali kamu jatuh cinta dengan pikiran bahwa cinta ini tidak akan lama. Sejak awal kamu jatuh cinta kamu akan dihantui pikiran bahwa kisah cintamu akan berakhir suatu saat nanti dan kamu yang harus mengakhirinya. Berkali-kali jatuh cinta, berkali-kali patah hati. How could you fall in love that way?.

Lalu apakah solusi paling baik adalah menjaga diri supaya tidak jatuh cinta? Tapi sampai kapan?.

Susah jadi Adaline. Mungkin memang tidak semua orang mau mencintai selamanya, karena rasanya lebih sakit.

Untungnya, kisah Adaline diakhiri dengan happy ending. Termasuk salah satu film yang underrated karena temen-temenku pada bilang film ini jelek dan gak masuk akal. (Benjamin Button juga ga masuk akal tapi bagus kaan?). Meskipun banyak yang bilang jelek tapi sebenernya filmnya lumayan kok buat ngobati kangen film drama cinta-cintaan yang sekarang ini udah mulai jarang. Ceritanya ringan, castnya ganteng-ganteng dan cantik-cantik walaupun chemistrynya kadang keliatan kurang. But it's okay, still a fun movie to watch. Kalau aku sih parameter film drama itu gampang, kalo setelah nonton i feel warm, then it's a good movie.

And i feel warm. And happy 😊